Machine Learning Supervised vs Unsupervised Learning di Dunia Kerja

Dalam era digital seperti sekarang, istilah "machine learning" sudah bukan lagi istilah baru, barang baru, terutama Gen Z dan Milenial yang sering bersentuhan dengan dunia teknologi. Tapi, kalau ditanya, apa sih bedanya supervised dan unsupervised learning? Mungkin nggak semua orang bisa jawab dengan lugas. Padahal, pemahaman soal ini bisa jadi nilai plus yang berharga saat kamu apply kerja di perusahaan teknologi, startup, atau bahkan saat ngerjain proyek penelitian ilmiah di kampus.
Penasaran bagaimana dua pendekatan utama dalam machine learning (supervised dan unsupervised learning), serta bagaimana keduanya bekerja di dunia kerja nyata? Yuk, kita bahas selengkapnya!
1. Supervised Learning: Si Pembelajar dengan Bimbingan
Supervised learning adalah metode pembelajaran mesin di mana algoritma dilatih menggunakan data berlabel. Ibaratnya kayak belajar dengan guru yang ngasih tahu mana jawaban yang benar dan salah. Data yang digunakan sudah punya input dan output yang jelas, jadi model belajar dari hubungan itu.
Kenapa penting? Karena di dunia kerja, supervised learning banyak dipakai untuk tugas-tugas seperti prediksi harga rumah, deteksi penipuan kartu kredit, hingga klasifikasi email spam. Dengan pendekatan ini, perusahaan bisa ngasih value lebih ke customer melalui otomatisasi dan prediksi yang akurat.
Gimana cara kerjanya? Simpelnya, kamu kasih data historis ke algoritma, misalnya data pelanggan beserta status mereka (apakah churn atau tidak) dan algoritma akan belajar dari pola tersebut untuk menebak status pelanggan baru.
Aspek penting yang perlu diperhatikan, kualitas data sangat penting. Data yang berantakan atau salah label bisa bikin hasil prediksi kacau. Jadi, sebelum mulai, pastikan dataset kamu bersih dan terstruktur dengan baik.
Baca juga: Mengenal NLP, Salah Satu Produk Machine Learning
2. Unsupervised Learning: Si Mandiri yang Suka Eksplorasi
Kalau supervised learning ibarat belajar pakai kunci jawaban, unsupervised learning lebih mirip kayak detektif yang harus menyusun petunjuk sendiri. Di sini, datanya nggak ada labelnya. Model diminta untuk menemukan pola, struktur, atau kelompok dalam data secara otomatis.
Kenapa ini relevan di dunia kerja? Karena banyak banget use case-nya. Contohnya, segmentasi pelanggan di e-commerce, clustering produk serupa, atau analisis perilaku user. Dengan unsupervised learning, perusahaan bisa memahami audiens mereka lebih dalam dan membuat strategi yang lebih personal.
Cara kerjanya adalah model mencoba mengelompokkan data berdasarkan kemiripan fitur. Misalnya, mengelompokkan pelanggan berdasarkan frekuensi belanja, jumlah transaksi, dan jenis produk yang dibeli.
Hal yang harus diwaspadai adalah interpretasi hasil. Karena tanpa label, kita harus hati-hati dalam menarik kesimpulan dari kelompok-kelompok yang terbentuk. Butuh pemahaman mendalam dan validasi tambahan supaya insight yang dihasilkan benar-benar berguna.
Baca juga: Bootcamp Machine Learning & AI for Beginner
3. Supervised vs Unsupervised di Dunia Kerja: Studi Kasus Nyata
Di dunia kerja, kamu akan sering ketemu skenario dimana harus memilih antara pakai supervised atau unsupervised learning. Misalnya di startup fintech, untuk mendeteksi transaksi mencurigakan, supervised learning bisa digunakan dengan data transaksi yang sudah dilabeli sebagai fraud atau tidak. Tapi, kalau kamu pengen tahu pola spending yang unik dari user tanpa tahu labelnya, unsupervised learning jadi pilihan.
Contoh lain, di perusahaan ritel besar, supervised learning dipakai buat memprediksi produk apa yang kemungkinan besar dibeli pelanggan selanjutnya. Sementara itu, unsupervised learning digunakan untuk mengelompokkan pelanggan berdasarkan gaya belanja mereka agar strategi marketing bisa lebih terarah.
Jadi, pemilihan metode ini bukan cuma soal teknis, tapi juga soal konteks dan tujuan bisnis. Profesional di bidang data harus bisa memahami kebutuhan perusahaan dan menerjemahkannya ke dalam pendekatan machine learning yang tepat.
FAQ
Q: Harus jago coding dulu baru bisa belajar machine learning?
A: Nggak harus. Banyak tools visual dan platform yang bisa bantu kamu belajar konsep dasarnya tanpa ngoding berat.
Q: Apakah semua model supervised pasti lebih akurat dari unsupervised?
A: Nggak selalu. Akurasi tergantung pada kualitas data dan tujuan analisis. Masing-masing punya keunggulan di konteks berbeda.
Q: Apa bisa gabungkan kedua metode ini dalam satu proyek?
A: Bisa banget. Misalnya, kamu bisa pakai unsupervised buat eksplorasi data, lalu lanjut ke supervised untuk prediksi spesifik.
Nah, jadi gimana? Kamu tertarik untuk mempelajari berbagai algoritma machine learning secara lebih dalam, serta menerapkannya untuk upgrade karir kamu? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!
Penulis: Lisya Zuliasyari