Buat Akun DQLab & Akses Kelas Data Science Python, R, SQL, Excel GRATIS!

Pengaruh Data Makroekonomi terhadap Prediksi Saham dengan Machine Learning

Belajar Data Science di Rumah 10-Oktober-2025
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/kv-2-banner-longtail-selasa-07-2024-05-29-204346_x_Thumbnail800.jpg

Prediksi harga saham selalu menjadi tantangan bagi para analis keuangan dan peneliti data. Fluktuasi pasar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan, tetapi juga oleh dinamika makro ekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar, serta pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, Machine Learning (ML) menawarkan kemampuan untuk menangkap hubungan non linear dan kompleks antara faktor-faktor ekonomi tersebut dengan pergerakan harga saham. Beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa model Machine Learning yang memperhitungkan variabel makroekonomi dapat memberikan hasil prediksi yang lebih stabil dan akurat dibanding model statistik konvensional.

Selain kemampuannya dalam mengenali pola tersembunyi, Machine Learning juga memungkinkan integrasi data dari berbagai deret waktu seperti harian, bulanan, hingga kuartalan. Hal ini menjadi relevan karena sebagian besar data makroekonomi tidak terbit setiap hari, berbeda dengan data pasar saham yang bersifat real-time. Penelitian Rossi tahun 2018 menggabungkan indikator makroekonomi seperti suku bunga, inflasi, dan nilai tukar ke dalam model prediktif. Hasilnya, tingkat kesalahan (mean squared error) dapat ditekan hingga 15-20% dibanding model tanpa variabel makro. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa pendekatan berbasis data makro dapat memberikan nilai tambah signifikan bagi sistem prediksi saham modern. Lalu, apa pengaruhnya terhadap prediksi saham menggunakan Machine Learning? Simak penjelasannya sahabat DQLab!

1. Mengapa Data Makroekonomi Penting dalam Prediksi Saham?

Kinerja pasar saham seringkali merefleksikan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Misalnya, kenaikan suku bunga biasanya menekan harga saham karena biaya pinjaman meningkat dan laba perusahaan berpotensi menurun. Sementara itu, inflasi yang tinggi dapat mengikis daya beli dan memicu penyesuaian portofolio investor. Data seperti Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai tukar juga berperan penting, karena mencerminkan kesehatan ekonomi dan daya saing ekspor suatu negara. Dalam studi yang dilakukan oleh Patsiarikas et al. (2025) terhadap indeks S&P 500, penambahan variabel makroekonomi terbukti meningkatkan akurasi prediksi arah pergerakan saham hingga 12 persen.

Lebih jauh lagi, integrasi faktor makro memungkinkan model ML memahami konteks fundamental di balik pergerakan pasar. Model berbasis Long Short-Term Memory (LSTM), misalnya, dapat mengenali hubungan jangka panjang antara perubahan suku bunga dan volatilitas indeks saham. Dengan kata lain, data makro bukan hanya variabel tambahan, tetapi juga penentu struktur dinamika pasar. Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian Rossi yang berjudul Predicting Stock Market Returns with Boosted Regression Trees pada tahun 2018, tren pasar sering kali menjadi refleksi dari kebijakan moneter dan fiskal, sehingga mengabaikan komponen makro dapat membuat model prediksi kehilangan arah jangka panjang.


Baca Juga: Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner


2. Sumber Data dan Teknik Feature Engineering

Sumber data makroekonomi sangat beragam dan dapat diperoleh dari lembaga resmi. Untuk konteks Indonesia, Bank Indonesia (BI) menyediakan data terkait inflasi, BI rate, nilai tukar, serta indikator moneter lainnya. Di tingkat global, Federal Reserve Economic Data (FRED) dari St. Louis Fed adalah salah satu sumber terlengkap untuk data makro, mencakup suku bunga, indeks harga konsumen, dan data PDB berbagai negara (FRED, 2024). Data ini dapat diolah menjadi fitur prediktif seperti perubahan bulanan (month-over-month) atau tahunan (year-over-year) untuk menggambarkan tren ekonomi makro yang relevan.

Setelah data diperoleh, tahap berikutnya adalah feature engineering. Peneliti sering membuat variabel turunan seperti moving average inflasi tiga bulan terakhir, selisih suku bunga domestik dan asing, atau volatility index dari nilai tukar. Teknik Principal Component Analysis (PCA) juga sering digunakan untuk mengekstrak faktor makro utama dari puluhan indikator ekonomi. Dengan begitu, model ML tidak hanya membaca angka mentah, tetapi memahami dinamika ekonomi yang terkandung di dalamnya, seperti tren inflasi jangka menengah atau tekanan moneter yang sedang meningkat.


3. Model Machine Learning dan Integrasi Data Makro

Beberapa model ML yang umum digunakan untuk prediksi saham berbasis data makroekonomi adalah XGBoost, Random Forest, dan LSTM Neural Networks. Model berbasis pohon seperti XGBoost mampu mengenali interaksi non-linear antar variabel, sedangkan LSTM unggul dalam menangkap dependensi waktu yang panjang. Studi Rossi tahun 2018 menunjukkan bahwa kombinasi data makro dan teknikal menggunakan XGBoost mampu meningkatkan directional accuracy hingga 70% pada data S&P 500. Sementara itu, model Recurrent Neural Network (RNN) dapat memprediksi tren jangka menengah lebih baik dibanding model regresi klasik yang hanya mempertimbangkan data teknikal.

Integrasi data makro dalam model dilakukan melalui beberapa pendekatan. Pertama, dengan memasukkan langsung indikator ekonomi sebagai fitur input bersama data harga. Kedua, menggunakan factor extraction untuk merangkum puluhan variabel makro menjadi beberapa faktor utama. Ketiga, melalui two-stage modeling di mana model pertama memprediksi kondisi ekonomi (misalnya inflasi atau suku bunga), lalu hasilnya digunakan sebagai variabel bagi model prediksi saham. Dengan cara ini, model ML tidak hanya membaca pola harga, tetapi juga mengaitkan konteks ekonomi yang mendasarinya.


Baca Juga: Mengenal NLP, Salah Satu Produk Machine Learning


4. Tantangan Implementasi Penggunaan Data Makroekonomi

Meskipun menjanjikan, penggunaan data makroekonomi dalam prediksi saham tidak lepas dari tantangan. Pertama, data makro sering kali diterbitkan dengan jeda waktu (lag) dan mengalami revisi setelah publikasi, yang dapat menimbulkan look-ahead bias jika tidak ditangani dengan benar. Kedua, frekuensi data yang berbeda. Misalnya data PDB yang kuartalan dibanding harga saham harian yang memerlukan pendekatan khusus seperti Mixed Data Sampling (MIDAS). Ketiga, model yang terlalu kompleks berisiko overfitting jika jumlah fitur makroekonomi terlalu banyak tanpa regularisasi yang tepat.

Selain itu, hubungan antara variabel makro dan harga saham bersifat dinamis dan bisa berubah tergantung rezim ekonomi. Sebagai contoh, pada masa krisis, pengaruh suku bunga terhadap saham mungkin berbeda dibanding periode stabilitas moneter. Oleh karena itu, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan rolling window dan walk-forward validation untuk memastikan model tetap adaptif terhadap perubahan struktur ekonomi. Transparansi dalam dokumentasi data dan prosedur pelatihan juga menjadi aspek penting agar hasil penelitian dapat direplikasi dan diverifikasi oleh pihak lain.

Integrasi data makroekonomi dalam model Machine Learning telah membuka era baru dalam analisis pasar keuangan. Melalui pendekatan yang tepat, model mampu menggabungkan wawasan ekonomi fundamental dengan pola teknikal yang kompleks, menghasilkan prediksi harga saham yang lebih akurat dan realistis. Penelitian yang dilakukan oleh Wang (2024) dan Patsiarikas et.al., (2025) menunjukkan bahwa penggabungan indikator makro dapat meningkatkan performa model hingga dua digit dalam berbagai metrics evaluasi seperti MSE, RMSE, maupun directional accuracy.

Namun, efektivitas model ini tetap bergantung pada kualitas data dan desain eksperimen yang ketat. Penggunaan walk-forward testing, pemilihan fitur relevan, serta pengujian terhadap overfitting menjadi faktor kunci keberhasilan implementasi. Pada akhirnya, Machine Learning bukan hanya alat untuk membaca data, tetapi juga sarana untuk memahami bagaimana ekonomi makro dan pasar modal saling berinteraksi secara dinamis. Berkat fondasi data yang kuat dan metodologi ilmiah yang disiplin, pendekatan ini berpotensi menjadi standar baru dalam riset prediksi saham di masa depan.


FAQ

1. Mengapa variabel makroekonomi penting dalam prediksi harga saham?

Variabel makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi mencerminkan kesehatan fundamental suatu negara. Faktor-faktor ini memengaruhi biaya modal, daya beli, serta ekspektasi keuntungan perusahaan. Dengan memasukkan data makro ke dalam model Machine Learning (ML), sistem dapat mengenali hubungan kompleks antara kebijakan ekonomi dan perilaku pasar saham, sehingga hasil prediksi menjadi lebih akurat dan kontekstual

2. Model Machine Learning apa yang paling cocok untuk memprediksi saham menggunakan data makroekonomi?

Model berbasis tree boosting seperti XGBoost dan LightGBM populer karena mampu menangani interaksi non-linear antar variabel makro. Sementara itu, model sekuensial seperti LSTM (Long Short-Term Memory) unggul dalam memprediksi data deret waktu, terutama ketika ingin menangkap pengaruh jangka panjang dari kebijakan ekonomi terhadap pasar.

3. Apa tantangan utama dalam menggabungkan data makro dengan data pasar saham?

Tantangan utama terletak pada perbedaan frekuensi data, revisi data makro, dan perubahan hubungan ekonomi dari waktu ke waktu. Data PDB, misalnya, hanya tersedia per kuartal, sedangkan harga saham diperbarui setiap hari. Selain itu, data ekonomi sering direvisi oleh lembaga resmi, sehingga peneliti perlu menghindari look-ahead bias dengan menggunakan versi data historis (vintage data). Karena hubungan makro dan saham dapat berubah sesuai kondisi ekonomi, model disarankan menggunakan pendekatan adaptif seperti rolling window atau walk-forward validation


Gimana sahabat DQ? Seru banget kan membahas soal machine learning beserta modelnya. Eits, kalau kamu masih bingung soal model machine learning, tenang aja. Yuk, segera ambil kesempatan untuk Sign Up dengan bergabung bersama DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.

Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!


Penulis: Reyvan Maulid

Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Buat Akun


Atau

Sudah punya akun? Login