Skill Matematika untuk Data Analyst: Fondasi Wajib agar Analisa Tajam & Terpercaya

Bayangkan ketika kamu menjadi karyawan baru di sebuah perusahaan, kemudian kamu diminta atasanmu untuk membuka dataset ribuan transaksi e-commerce untuk menemukan pola belanja konsumen dalam waktu singkat. Kamu mungkin langsung buka Excel, main filter, atau jalankan Python. Tapi, di balik semua itu ada satu hal yang sering dilupakan yaitu matematika. Tanpa keterampilan ini, analisis yang kamu lakukan bisa jadi sekadar “tebak-tebakan yang keliatan keren” tapi rapuh.
Faktanya, World Economic Forum (2025) menempatkan analytical thinking dan quantitative reasoning sebagai dua skill inti paling dibutuhkan di era digital. Jadi, matematika bukan lagi sekadar “PR sekolah” yang bikin pusing, tapi kini sudah menjadi modal karier yang membedakan seorang analis profesional dengan analis biasa.
1. Mengenal Keterampilan Matematika dalam Profesi Data Analyst
Keterampilan matematika untuk Data Analyst mencakup pemahaman konsep yang jadi bahan baku analisis. Misalnya, statistik untuk menghitung rata-rata penjualan, memahami variasi harga, atau menguji hipotesis “apakah diskon benar-benar meningkatkan pembelian?”. Probabilitas membantu menilai risiko, seperti peluang konsumen kembali belanja. Aljabar linear dipakai di balik layar untuk mengolah dataset besar melalui matriks dan vektor, misalnya saat melakukan PCA (Principal Component Analysis).
Berdasarkan laporan dari Kumparan Tech (2024), statistik deskriptif, probabilitas, dan aljabar linear menjadi tiga bidang matematika yang paling sering dipakai dalam analisis data sehari-hari. Bahkan Cakrawala Education Journal (2025) menegaskan bahwa tanpa bekal ini, analis hanya menjadi operator software, bukan pengambil keputusan berbasis data.
2. Mengapa Keterampilan Matematika Penting untuk Data Analyst?
Kalau kamu hanya mengandalkan software tanpa tahu “ilmu di baliknya”, kamu ibarat nyetir mobil tanpa ngerti cara kerja rem. Bisa jalan sih, tapi berisiko. Statistik dan probabilitas membantu kamu tahu apakah hasil analisis valid atau hanya kebetulan. Menurut The Royal Society (2025), kurangnya literasi numerik membuat banyak profesional gagal memahami laporan data secara kritis, dan itu berdampak langsung pada kualitas keputusan bisnis.
Sementara itu, survei dari LinkedIn Emerging Jobs Report (2025) menunjukkan bahwa analis dengan skill matematika lebih diprioritaskan untuk promosi ke level senior dibanding yang hanya jago tool. Dengan kata lain, matematika adalah “bahasa rahasia” yang membuatmu bukan cuma menjalankan tool, tapi benar-benar memahami data.
Baca juga: Data Analyst vs Data Scientist
3. Bagaimana Cara Melatih Keterampilan Matematika?
Kabar baiknya, kamu nggak perlu jadi matematikawan kelas dunia untuk jadi Data Analyst. Rahasianya ada di belajar bertahap.Mulailah dengan statistik deskriptif: pahami mean, median, standar deviasi, lalu coba praktek di Excel atau Google Sheets. Menurut beberapa survey lembaga pendidikan data di Indonesia, 68% peserta belajar data analysis memulai perjalanan mereka dari Excel sebelum pindah ke Python atau R.
Setelah itu, pelajari probabilitas dasar. Misalnya, peluang munculnya pelanggan setia jika diberi promo tertentu. Lalu naikkan level ke statistik inferensial seperti uji hipotesis atau regresi. Untuk bagian ini, Python dengan pandas atau scikit-learn bisa jadi sahabatmu.
Di tahap lebih lanjut, kuasai aljabar linear. Bayangkan kamu sedang mengolah ratusan kolom data, maka matriks jadi cara paling ringkas untuk memanipulasinya. Menurut artikel Jonathan Shlens di arXiv (2024), pemahaman vektor dan matriks membantu analis memahami PCA dan algoritma machine learning secara intuitif.
Terakhir, jangan lupakan kalkulus dan optimasi. Walau terlihat “berat”, konsep ini penting banget untuk memahami bagaimana algoritma mencari parameter terbaik, misalnya lewat gradient descent. Berdasarkan catatan Kumparan Tech (2024), kalkulus sederhana sering dipakai untuk memodelkan perubahan tren penjualan dari waktu ke waktu.
Baca juga: Bootcamp Data Analyst with Python & SQL
4. Faktor Penting yang Perlu Diperhatikan
Belajar matematika kadang bikin “trauma” bagi sebagian orang. Istilahnya mathematical anxiety. Riset dari Harvard Educational Review (2025) menunjukkan bahwa kecemasan ini nyata dan bisa menurunkan performa analisis. Tapi kabar baiknya, cara mengatasinya adalah dengan konteks nyata: jangan belajar turunan sebagai simbol abstrak, tapi pahami sebagai “kecepatan perubahan penjualan per minggu”, misalnya.
Selain itu, penting juga mengasah computational thinking. Yakni cara berpikir sistematis dengan memecah masalah besar jadi bagian kecil. MIT Research (2025) menyebut kemampuan ini sama pentingnya dengan coding, karena membantu analis merancang langkah logis sebelum menulis skrip.
Dan jangan lupakan etika data. Matematika yang salah dipahami bisa melahirkan analisis bias. Journal of Data Ethics (2025) menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan model, agar insight yang diberikan ke bisnis tidak menyesatkan.
FAQ
Q: Harus jago semua bidang matematika dulu untuk mulai kerja jadi Data Analyst?
A: Tidak. Berdasarkan survey Pijar Academy (2025), 72% entry-level data analyst cukup menguasai statistik dasar dan probabilitas untuk mulai bekerja, lalu memperdalam aljabar linear dan kalkulus seiring waktu.
Q: Apakah belajar lewat tool seperti Python lebih penting daripada teori?
A: Keduanya penting. Survey Kaggle (2025) menunjukkan bahwa Data Analyst terbaik adalah mereka yang bisa menyeimbangkan pemahaman teori dengan kemampuan implementasi praktis.
Q: Kalau saya lemah di matematika, masih bisa jadi Data Analyst nggak?
A: Bisa. Kuncinya bukan hafal rumus, tapi mengerti konsep. Mulailah dari aplikasi sederhana di dunia nyata.
Jadi, jangan cuma nunggu. Mulai riset tempat belajar yang tepat, cari beasiswa, dan rancang langkahmu mulai dari sekarang. Butuh bantuan cari info pendidikan data di dalam dan luar negeri atau jalur karier data analyst? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Di sini, kamu bisa belajar dari dasar hingga tingkat lanjut dengan materi dan tools yang relevan dengan kebutuhan industri, bahkan tanpa latar belakang IT. Belajar kapan saja dan di mana saja dengan fleksibilitas penuh, serta didukung oleh fitur eksklusif Ask AI Chatbot 24 jam!
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Segera persiapkan diri untuk menguasai keterampilan di bidang data dan teknologi dengan subscribe modul premium, atau ikuti Bootcamp Data Analyst with SQL and Python sekarang juga!
Penulis: Lisya Zuliasyari